Stephen Hawking dikenal luas sebagai salah satu ilmuwan paling berpengaruh dalam sejarah modern. Ia lahir pada 8 Januari 1942, tepat 300 tahun setelah kematian Galileo Galilei—sebuah kebetulan yang sering disorot dalam kisah hidupnya. Kontribusinya dalam bidang kosmologi dan fisika teoretis, terutama soal lubang hitam dan asal-usul alam semesta, telah mengubah cara dunia memandang semesta raya.
Namun, warisan Hawking tidak berhenti pada sains semata. Sepanjang hidupnya, bahkan dalam kondisi fisik yang sangat terbatas akibat penyakit Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS), Hawking juga konsisten bersuara untuk isu-isu kemanusiaan, perdamaian, dan keadilan sosial.
Aktivis Anti-Perang Sejak Muda
Sejak usia muda, Hawking menunjukkan kepeduliannya pada isu kemanusiaan. Ia dikenal sebagai penentang keras Perang Vietnam, meski keterlibatannya dalam aksi-aksi protes terbatas karena penyakit ALS yang didiagnosis saat ia berusia 21 tahun.
Sejarawan sekaligus aktivis Tariq Ali pernah mengoreksi klaim bahwa pria bertongkat dalam foto aksi anti-perang Vietnam tahun 1968 adalah Hawking. Meski bukan ia dalam foto itu, Hawking memang nyata menentang berbagai bentuk agresi militer.
Pada tahun 2003, ketika Amerika Serikat memulai invasi ke Irak, Hawking berdiri tegas menolaknya. Dalam kondisi yang sudah lumpuh hampir total, ia tetap hadir di tengah aksi protes di Trafalgar Square, London. Di sana, ia menggunakan perangkat bicara digitalnya untuk membacakan nama-nama korban perang Irak.
“Perang ini dibangun di atas dua kebohongan,” ujar Hawking dalam pidatonya, sebagaimana dikutip oleh The Guardian. Dua kebohongan yang ia maksud adalah:
-
Tuduhan keberadaan senjata pemusnah massal (WMD) di Irak.
-
Keterlibatan Irak dalam serangan 11 September 2001, yang tak pernah terbukti.
Pembela Palestina dan Gerakan Boikot Akademik
Hawking juga dikenal sebagai salah satu intelektual Barat yang lantang menyuarakan dukungan untuk Palestina. Pada tahun 2009, dalam wawancaranya bersama Al Jazeera, ia mengecam keras operasi militer Israel ke Gaza.
“Apa yang terjadi di Palestina saat ini mengingatkan saya pada Afrika Selatan sebelum runtuhnya apartheid. Ini tidak boleh dilanjutkan,” kata Hawking saat itu.
Pada tahun 2013, Hawking menolak menghadiri sebuah konferensi akademik bergengsi di Israel. Penolakannya bukan karena alasan kesehatan, melainkan sebagai bentuk dukungan terhadap gerakan boikot akademik yang digagas oleh para ilmuwan Palestina.
Kemudian pada 2017, melalui akun Facebook resminya, Hawking meminta publik dunia untuk menyumbang dana pendidikan guna mendanai program kuliah fisika bagi mahasiswa Palestina.
Kritik terhadap Nuklir, Brexit, dan Ketimpangan Sosial
Selain isu-isu global, Hawking juga sangat vokal dalam isu domestik Inggris dan tata dunia secara umum.
🔹 Penentang Senjata Nuklir
Bagi Hawking, senjata nuklir merupakan “ancaman terbesar bagi kelangsungan hidup umat manusia.” Ia menentang modernisasi senjata nuklir dan menyerukan perlucutan senjata secara global.
🔹 Isu Pemanasan Global dan Krisis Lingkungan
Hawking menganggap perubahan iklim sebagai bahaya eksistensial lainnya. Ia mengecam pemerintah yang menunda-nunda tindakan, dan mengkritik keras mereka yang menolak sains iklim.
🔹 Kritik terhadap Privatisasi dan Brexit
Sebagai pendukung Partai Buruh, Hawking menolak upaya pemerintah Inggris yang ingin memprivatisasi Layanan Kesehatan Nasional (NHS). Ia menyebut langkah tersebut akan mencabut akses kesehatan dari rakyat kecil.
Terkait Brexit, Hawking menyatakan keprihatinannya atas dampak terhadap dunia akademik. Menurutnya, keluarnya Inggris dari Uni Eropa akan mengurangi aliran dana penelitian dan kolaborasi ilmiah internasional, yang sangat penting bagi kemajuan sains.
Tanggapan terhadap Konflik Suriah dan Kebangkitan Ekstremisme
Dalam artikelnya di The Guardian tahun 2014, berjudul “What’s happening in Syria is an abomination”, Hawking mengungkapkan keprihatinan mendalam terhadap penderitaan rakyat Suriah.
“Sebagai ayah dan kakek, saya menyaksikan penderitaan anak-anak Suriah dan saya harus berkata: ini cukup. Jangan lagi,” tulisnya dengan nada emosional.
Ia mendesak komunitas internasional untuk mengakhiri kekejaman di Suriah dan mencari solusi damai.
Kekhawatiran atas Teknologi dan Kesenjangan
Meski seorang ilmuwan dan pencinta teknologi, Hawking juga mengingatkan bahwa perkembangan teknologi yang tak dikendalikan dapat memperlebar kesenjangan ekonomi dan menciptakan krisis sosial. Ia khawatir robotisasi dan kecerdasan buatan (AI) akan meningkatkan pengangguran, memperbesar jurang kaya-miskin, dan melemahkan struktur masyarakat.
Warisan Seorang Ilmuwan-Humanis
Stephen Hawking bukan hanya simbol kejeniusannya dalam fisika teoretis, tetapi juga teladan ilmuwan humanis yang berani bersuara dalam isu-isu yang menyangkut nasib umat manusia. Dalam keterbatasan fisik total, ia tetap aktif secara moral dan politik, menunjukkan bahwa suara hati nurani tak pernah lumpuh.
“Tujuan utama saya bukan hanya memahami alam semesta, tapi juga memastikan bahwa kemanusiaan tetap bertahan dan hidup bermartabat,” ungkapnya dalam salah satu wawancara.
Hingga akhir hayatnya pada 14 Maret 2018, Hawking tetap menjadi suara akal dan empati. Sosoknya akan terus dikenang sebagai ilmuwan besar yang tak hanya menjelajahi langit, tapi juga peduli pada bumi dan kemanusiaan.(*)
Leave a comment