Setelah perang Baratayudha usai, Pandawa berhasil membangun kembali kerajaan Astinapura menjadi negeri yang subur makmur, gemah ripah loh jinawi. Di bawah pemerintahan Prabu Yudhistira, negara menjadi damai, bebas dari intrik politik, sangat berbeda dari masa kekuasaan Kurawa yang penuh perselisihan dan penderitaan.
Namun, seiring waktu, kemegahan istana tidak lagi memberikan ketenangan batin. Kehilangan para sesepuh seperti Resi Bisma, Destarata, Dewi Kunti, Gandari, dan Sri Kresna, membuat para Pandawa merasa sepi, gelisah, dan jenuh menjalani kehidupan duniawi.
Wejangan Sang Begawan Abiyasa
Dalam kondisi jiwa yang gundah, Yudhistira bersama saudara-saudaranya mendatangi Begawan Abiyasa di pertapaan Ukir Retawu. Sang begawan memberi nasihat bijak:
“Cucuku, tidak ada yang kekal di dunia ini. Yang diciptakan akan kembali pada-Nya. Tinggalkan istana dan kelezatan dunia. Pergilah ke istana alam, bertapa dan mendekatkan diri kepada Hyang Maha Tunggal. Persiapkan diri menyambut kedatangan Sang Kala.”
Nasehat ini menjadi panggilan spiritual bagi para Pandawa, untuk meninggalkan tahta dan kekuasaan demi mengejar keabadian di alam baka. Mereka pun mengangkat Parikesit, cucu Arjuna, sebagai raja Astinapura, dan memulai perjalanan suci meninggalkan istana.
Perjalanan Menuju Keabadian
Dengan pakaian dari kulit pohon dan tak membawa harta duniawi sedikit pun, para Pandawa — Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa — bersama Drupadi dan seekor anjing setia, meninggalkan istana menuju arah timur, menembus hutan dan pegunungan menuju Pegunungan Himalaya.
Di sanalah perjalanan spiritual mereka dimulai, melintasi gurun pasir luas, terik, dan sunyi, menuju gerbang akhir kehidupan.
Satu per Satu Gugur dalam Perjalanan
1. Kematian Drupadi
Drupadi menjadi yang pertama jatuh dalam perjalanan.
Bima bertanya: “Apakah Drupadi berdosa, Kakang?”
Yudhistira menjawab:
“Ia bersalah karena pilih kasih. Dalam hati, ia lebih mencintai Arjuna daripada kita semua. Dosa itu yang ia bawa.”
2. Kematian Sadewa
Tak lama kemudian, Sadewa pun wafat.
Bima bertanya: “Apa dosanya?”
Yudhistira:
“Ia sombong atas kepintarannya, merasa tiada yang lebih bijak darinya. Tuhan tidak menyukai kesombongan.”
3. Kematian Nakula
Kemudian Nakula menyusul.
Yudhistira menjelaskan:
“Ia merasa paling tampan, takabur dengan rupa, namun hatinya belum tentu seindah wajahnya.”
4. Kematian Arjuna
Setelah itu, Arjuna jatuh tersungkur.
Yudhistira berkata:
“Ia dulu pernah sesumbar akan membalas dendam dalam satu hari, namun gagal. Itu karena didorong oleh nafsu dan keangkuhan.”
5. Kematian Bima
Akhirnya, Bima pun roboh.
Yudhistira menjelaskan dengan lirih:
“Bima rakus, tak pernah puas. Kata-katanya sering menyakitkan, kekuatannya sering disombongkan. Itulah dosanya.”
Yudhistira dan Kesetiaan Seekor Anjing
Kini tinggal Yudhistira dan seekor anjing yang setia. Mereka berdua berjalan menuju puncak gunung. Di sanalah Dewa Indra turun dari kahyangan dengan kereta kencana, hendak menjemput Yudhistira menuju Surga.
Yudhistira menolak naik ke surga jika anjingnya tidak diperbolehkan ikut. Ia berkata:
“Lebih baik aku tinggal bersama anjing ini, daripada meninggalkannya sendirian. Ia setia kepadaku sampai akhir.”
Tiba-tiba, anjing itu berubah wujud menjadi Dewa Dharma, ayah kandung Yudhistira, dan memuji keteguhan serta keadilannya. Karena keutamaannya, Yudhistira diizinkan naik ke surga tanpa meninggalkan jasad — anugerah luar biasa yang sangat langka.
Kejutan di Surga dan Neraka
Di Surga, Yudhistira tidak menemukan saudara-saudaranya. Sebaliknya, ia melihat Duryodana duduk di singgasana megah. Yudhistira bertanya-tanya dalam hati, bagaimana mungkin musuhnya yang penuh angkara bisa berada di surga?
Narada menjawab:
“Duryodana gugur sebagai kesatria di medan perang, dan itulah pahalanya. Tapi tidak selamanya ia di Surga.”
Yudhistira kemudian dibawa menyusuri tempat penyiksaan yang menyeramkan: jalannya berduri, bau busuk, jeritan kesakitan terdengar di mana-mana. Di sanalah ia mendengar suara Karna, Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa, dan Drupadi.
Mereka disiksa karena dosa-dosa kecil yang masih melekat, meskipun mereka juga banyak berbuat amal semasa hidup.
Namun, karena Yudhistira memilih tinggal bersama mereka di neraka, tempat itu pun berubah menjadi taman surgawi yang indah. Semua Pandawa dan Drupadi pun diangkat ke Surga, setelah masa “penebusan” mereka selesai.
Pesan Moral dan Akhir Kisah Pandawa
Setiap manusia, bahkan yang paling mulia, tidak luput dari dosa. Namun, kesetiaan, kejujuran, keadilan, dan cinta kasih adalah nilai-nilai yang akan menyelamatkan mereka di akhirat.
Yudhistira mengajarkan bahwa surga bukan tentang siapa yang paling kuat atau berkuasa, melainkan siapa yang mampu berpegang teguh pada kebenaran dan kasih sayang, bahkan dalam ujian yang paling sulit sekalipun.
Kisah akhir hidup para Pandawa adalah pengingat bahwa segala kemuliaan duniawi bersifat sementara. Pada akhirnya, hanya amal, ketulusan, dan keadilan yang akan membawa seseorang menuju Nirwana.(*)
1 Comment