V-Today, KEBUDAYAAN – Pusaka tradisional seperti keris dan senjata warisan Nusantara bukan sekadar benda mistik atau simbol magis. Di balik bilahnya, tersimpan pengetahuan tinggi dalam bidang pertambangan dan metalurgi yang telah dikenal dan dikuasai leluhur jauh sebelum era modern.
Itulah benang merah yang mengemuka dalam acara Wungonan Reresik Tosan Aji Malam Purnama yang digelar pada Kamis malam, 10 Juli 2025 di Padepokan Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Bekasi. Kegiatan ini menjadi ajang refleksi budaya dan pelestarian pusaka, diikuti ratusan peserta dari wilayah Jabodetabek.
Salah satu tokoh budaya yang hadir, Gus Muhammad Ali Rahman, perwakilan Paguyuban Pelestari Budaya Pusaka Nusantara (PPBPN), menegaskan bahwa ilmu metalurgi bukanlah temuan baru zaman sekarang. Leluhur Nusantara telah memiliki pengetahuan pertambangan canggih yang diwariskan secara turun-temurun.
“Hari ini geologi bisa mendeteksi kandungan metal di bumi, tapi leluhur kita sudah menambang sejak seribu tahun yang lalu. Itu artinya mereka punya ilmu pertambangan luar biasa,” ungkapnya kepada V-Today.com di sela acara.
Lebih lanjut ia memaparkan bahwa proses pengolahan logam mulai dari penambangan, pemisahan unsur, hingga penempaan menjadi keris dan pusaka adalah bukti nyata penguasaan ilmu tinggi yang telah menyatu dalam budaya tradisional Nusantara.
“Logam itu ada jenisnya, ada besi, ada baja, dan sebagainya. Itu semua bagian dari ilmu metalurgi. Setelah itu ditempa, maka jadilah pusaka. Dan itu sudah dilakukan leluhur kita sejak lama,” tambahnya.
Narasi Kolonial Rusak Makna Pusaka
Gus Ali juga mengkritisi pemaknaan pusaka yang banyak disalahartikan sejak masa penjajahan. Ia menuding kolonial Belanda telah mendistorsi makna pusaka lewat naskah seperti Babad Kadiri, yang menggambarkan senjata tradisional secara negatif.
“Pusaka itu mulai dirusak maknanya sejak masa kolonial, terutama setelah munculnya naskah Babad Kadiri. Di situ pusaka diidentikkan dengan tindakan kriminal, pembunuhan, dan kekuasaan Ken Arok,” ujarnya.
Menurutnya, ini merupakan bagian dari proyek dekonstruksi budaya yang bertujuan menjauhkan masyarakat dari nilai-nilai keilmuan lokal. Oleh karena itu, kegiatan seperti Wungonan Reresik Tosan Aji sangat penting untuk mengembalikan pusaka pada jati dirinya sebagai warisan intelektual dan spiritual.
“Melalui momentum ini saya berharap kita bisa mengembalikan keaslian makna pusaka sebagai warisan keilmuan. Jangan hanya melihat dari sisi mitos atau klenik,” tegasnya.
Bela Diri dan Jati Diri Nusantara
Selain pusaka, Gus Ali juga menekankan bahwa budaya bela diri lokal seperti PSHT merupakan bukti kemandirian sistem pertahanan masyarakat Nusantara sejak dahulu kala.
“Leluhur kita sudah punya ilmu bela diri sendiri. Tidak menunggu bangsa lain datang mengajari. Jadi kita ini kembali ke kampung diri, ke jati diri Nusantara,” katanya.
Acara ini diikuti oleh peserta dari berbagai kalangan, mulai dari rakyat biasa hingga pejabat. Beberapa menitipkan pusakanya untuk dijamas tanpa hadir langsung.
“Kalau jumlah pastinya saya lupa, tapi yang jelas banyak. Dan pesertanya datang dari berbagai kalangan, mulai dari rakyat jelata sampai pejabat,” imbuhnya.
Kegiatan ini diselenggarakan oleh PPBPN wilayah Jakarta, bagian dari organisasi pusat yang bermarkas di Lamongan. Fokus utama mereka adalah pelestarian Tosan Aji asli Nusantara melalui edukasi, konservasi, dan pelibatan generasi muda.
“PPBPN ini pusatnya di Lamongan, tapi yang malam ini bertugas adalah tim wilayah Jakarta. Kami memang fokus pada pelestarian pusaka asli Nusantara,” jelas salah satu perwakilan paguyuban.
Dukungan Pemerintah untuk Pelestarian Budaya
Dalam kesempatan yang sama, hadir pula Gusti Putri Wulansari, Staf Khusus Menteri Kebudayaan RI, yang menyampaikan komitmen pemerintah untuk mendukung pelestarian budaya berbasis komunitas.
“Budaya bukan hanya peninggalan masa lalu, tetapi arah kita ke masa depan. Pelestariannya harus menjadi gerakan bersama antara pemerintah, komunitas adat, dan generasi muda,” tegasnya dalam sambutan.
Ia menambahkan, Kementerian Kebudayaan kini membuka ruang partisipasi luas agar masyarakat tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga pelaku pelestarian budaya.
“Pertemuan ini bukan hanya pertemuan biasa, tetapi rasa hormat kita terhadap para leluhur, para warisan kebudayaan yang tak ternilai harganya,” katanya.
Menjaga Warisan, Menyambung Peradaban
Wungonan Reresik Tosan Aji menjadi simbol penting perlawanan terhadap arus pelupaan budaya di tengah era modernisasi. Ritual ini bukan sekadar menyiram bilah keris, tetapi penegasan nilai-nilai pengetahuan, sejarah, dan spiritualitas lokal.
“Langkah pemerintah sudah berjalan, seperti acara di Surakarta Jambore Keris 2025 sebagai salah satu upaya untuk mengenalkan keris sebagai salah satu kekayaan budaya Nusantara agar makin dicintai masyarakat,” tambahnya.
Lewat acara seperti ini, masyarakat diajak untuk melihat kembali pusaka sebagai penanda peradaban dan para pelestari budaya sebagai penjaga jembatan antara masa lalu dan masa depan.(AL)
Leave a comment