Sebuah surat langka dari fisikawan legendaris Albert Einstein tengah dilelang oleh balai lelang Bonhams dengan perkiraan harga fantastis—antara Rp 1,6 miliar hingga Rp 2,4 miliar. Surat ini bukan sekadar catatan sejarah; ia menyimpan isi hati dan penyesalan mendalam dari seorang ilmuwan yang terjebak dalam dilema moral, setelah turut mendorong pengembangan bom atom, namun seumur hidup menentang perang.
Awal Mula: Penemuan yang Mengubah Dunia
Kisah ini bermula pada akhir 1938, ketika dua ilmuwan Jerman, Otto Hahn dan Fritz Strassmann, menemukan sesuatu yang mengejutkan. Mereka menembakkan neutron ke inti uranium dan mendapati inti tersebut pecah menjadi unsur yang lebih ringan—seperti barium—serta melepaskan energi luar biasa. Inilah yang kemudian kita kenal sebagai reaksi fisi nuklir.
Karena penemuan itu sangat tidak lazim, Hahn dan Strassmann mengirim surat kepada Lise Meitner, fisikawan perempuan yang saat itu hidup dalam pengasingan di Swedia akibat tekanan Nazi. Mereka meminta penjelasan:
“Barangkali kau bisa memberikan penjelasan yang fantastis. Kami paham uranium seharusnya tidak mungkin pecah menjadi barium…”
Awalnya ragu, Meitner kemudian terdorong rasa ingin tahu untuk menguji kembali fenomena itu bersama keponakannya, Otto Frisch. Hasilnya mengonfirmasi teori fisi. Mereka menulis dua makalah ilmiah penting yang pertama kali memakai istilah “fission” atau fisi untuk menggambarkan reaksi nuklir tersebut.
Ketakutan akan Nazi Mendahului Segalanya
Penemuan ini sontak memicu kegembiraan sekaligus kekhawatiran di kalangan ilmuwan dunia. Fisikawan ternama seperti Niels Bohr menyebutnya sebagai momen “luar biasa”. Namun, tiga fisikawan Hungaria-Amerika—Leo Szilard, Eugene Wigner, dan Edward Teller—melihat ancaman besar jika Nazi Jerman berhasil memanfaatkan energi ini untuk membuat senjata pemusnah massal.
Mereka tahu Jerman mengincar pasokan uranium dari Belgia, yang kala itu ditambang di wilayah Kongo. Berharap bisa mencegah hal terburuk, mereka membujuk Einstein—yang dikenal dekat dengan Ratu Belgia—untuk menyampaikan peringatan. Meskipun awalnya enggan, Einstein akhirnya setuju menulis surat kepada Duta Besar Belgia dan kemudian kepada Presiden Amerika Serikat, Franklin D. Roosevelt.
Surat tertanggal Agustus 1939 tersebut berbunyi:
“Beberapa penelitian terbaru… membuat saya memperkirakan bahwa uranium mungkin akan menjadi sumber energi baru yang penting… Fenomena ini juga dapat mengarah pada pembuatan bom… sebuah bom baru yang sangat dahsyat.”
Einstein mendesak Roosevelt untuk segera membentuk kerja sama dengan fisikawan, mengamankan pasokan uranium, dan mendukung riset ilmiah.
Lahirnya Proyek Manhattan dan Bom Atom
Surat itulah yang memicu lahirnya Proyek Manhattan, program rahasia yang akhirnya menciptakan bom atom pertama di dunia. Bom itu kemudian dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki pada Agustus 1945, mengakhiri Perang Dunia II dengan kehancuran besar dan korban jiwa yang tak terhitung.
Einstein sendiri, seorang pasifis sejati, tidak pernah terlibat langsung dalam proyek tersebut. Namun namanya terlanjur dilekatkan dengan bom atom. Media Barat bahkan menjuluki dia sebagai “Bapak Bom Atom”, lengkap dengan ilustrasi awan jamur ledakan nuklir di belakangnya.
Penyesalan Einstein: “Saya Telah Membuat Kesalahan Terbesar”
Pada 1952, Einstein menulis surat balasan kepada majalah Jepang Kaizō untuk menjelaskan perannya yang sebenarnya. Dengan nada penuh penyesalan, ia menyampaikan:
“Partisipasi saya dalam pembuatan bom atom hanya satu: saya menandatangani surat kepada Presiden Roosevelt…”
Einstein menegaskan bahwa keputusannya lahir dari kekhawatiran akan keberhasilan Nazi, bukan dari keinginan menciptakan senjata. Ia berkata:
“Saya sadar betapa mengerikannya bahaya ini… Namun, kemungkinan Jerman mengerjakan hal serupa membuat saya mengambil langkah tersebut. Saya tidak memiliki jalan keluar, meski saya selalu menjadi pasifis sejati.”
Lebih jauh, Einstein menyerukan penghapusan perang sebagai satu-satunya jalan keluar bagi umat manusia:
“Selama negara belum siap menyelesaikan konflik melalui hukum, mereka akan terus bersaing dalam perlombaan senjata… dan pada kondisi sekarang, perang berarti kehancuran universal.”
Ia pun mengangkat sosok Mahatma Gandhi sebagai teladan perjuangan tanpa kekerasan:
“Gandhi, jenius politik terbesar di zaman kita, telah menunjukkan bahwa tekad manusia lebih kuat daripada kekuatan material.”
Dalam catatan pribadinya, Einstein menulis pernyataan reflektif yang menyentuh:
“Saya membuat satu kesalahan besar dalam hidup saya ketika menandatangani surat kepada Presiden Roosevelt yang merekomendasikan pembuatan bom atom.”
Surat Sejarah Itu Kini Dilelang
Surat penuh penyesalan yang ditulis Einstein kepada Kaizō pada 1952 kini menjadi artefak berharga sejarah dunia. Balai lelang Bonhams melelang dokumen tersebut dengan harga awal antara 100.000 hingga 150.000 dolar AS—atau setara Rp 1,6 miliar hingga Rp 2,4 miliar.
Lebih dari sekadar dokumen, surat ini menjadi pengingat bahwa bahkan jenius terbesar pun bisa dibayangi rasa bersalah seumur hidup atas keputusan yang diambil dalam situasi penuh ketakutan dan ketidakpastian.
Leave a comment