Direktur IPR Iwan Setiawan menilai abolisi Tom Lembong oleh Presiden Prabowo sudah tepat. Ia menyebut DPR kemungkinan besar akan menyetujuinya.
Jakarta, V-Today — Direktur Indonesia Political Review (IPR), Iwan Setiawan, menilai langkah Presiden Prabowo Subianto memberikan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong adalah keputusan yang tepat dan patut diapresiasi.
Menurut Iwan, dalam putusan pengadilan tingkat pertama, majelis hakim menyatakan bahwa Tom Lembong tidak memiliki mens rea (niat jahat). Selain itu, tidak ada bukti aliran dana ke rekening pribadi Tom Lembong.
“Menurut saya abolisi ini sudah tepat dan perlu diapresiasi. Tom Lembong disebut tidak memiliki mens rea,” ujar Iwan dalam keterangannya, Kamis (31/7).
Tom Lembong Divonis 4,5 Tahun, Anies Hadiri Sidang Korupsi Gula
Iwan menjelaskan bahwa abolisi adalah hak prerogatif presiden, namun tetap harus disampaikan kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan.
Ia pun meyakini peluang DPR untuk menyetujui abolisi tersebut cukup besar. Apalagi, langkah ini mendapatkan dukungan langsung dari Presiden.
“Saya rasa langkah Presiden sudah mencerminkan sikap pemimpin yang tidak suka kegaduhan dan tidak suka cari musuh,” jelas Iwan.
Menurut Iwan, keputusan Prabowo menunjukkan karakter kepemimpinan yang mengedepankan persatuan dan kesatuan, bukan konflik.
Tom Lembong Disorot Aksi Makan Gula di Depan Hakim, Jaksa Tuntut 7 Tahun Penjara
Ia menilai Prabowo sebagai pemimpin yang lebih suka menyatukan, bukan memecah. Hal ini penting dalam konteks membangun bangsa secara damai dan stabil.
Iwan juga menilai pengajuan abolisi ini menunjukkan bahwa presiden berpihak pada pejabat negara yang berani mengambil kebijakan untuk mendukung program pemerintah.
Dalam kasus Tom Lembong, kebijakan impor gula yang dilakukan dinilai sebagai bagian dari diskresi menteri, sesuai arahan Presiden, meskipun disampaikan secara lisan.
“Kadang pejabat memang harus mengambil keputusan cepat dalam kondisi mendesak. Itu bagian dari tanggung jawab untuk menyelamatkan kepentingan nasional,” tambah Iwan.
Kasus yang menjerat Tom Lembong berawal dari impor gula rafinasi yang dianggap melanggar prosedur. Gula tersebut seharusnya tidak dijual bebas di pasar konsumsi.
Akibatnya, negara diduga mengalami kerugian dan petani tebu serta industri dalam negeri ikut terdampak.
Meski begitu, Iwan menegaskan bahwa tidak semua kebijakan yang salah prosedur bisa langsung dikategorikan sebagai tindakan pidana.
“Kalau tidak ada niat jahat, seperti dalam kasus Tom Lembong, seharusnya tidak langsung dianggap tindak pidana,” pungkasnya.
Sumber : Media Indonesia
Leave a comment