V-Today, KEBUDAYAAN – Di tengah arus globalisasi yang deras, masih ada sosok yang teguh menjaga akar budaya bangsa. Salah satu nama penting itu adalah Toni Junus Kanjeng NgGung seorang budayawan visioner yang dikenal sebagai pelopor Keris Kamardikan dan pendiri Sastrajendra Living Academy (SLA). Kiprahnya telah melintasi dekade, menyatukan pelestarian budaya, spiritualitas Nusantara, dan upaya kebangkitan jati diri bangsa.
Keris Kamardikan: Simbol Kebebasan dan Kebangkitan Budaya
Pada tahun 2008, Toni Junus memperkenalkan konsep “Keris Kamardikan” di Bentara Budaya Jakarta. Bukan sekadar pusaka masa lalu, keris diposisikan ulang sebagai simbol kebebasan batin, perdamaian, dan kemerdekaan berpikir sebuah manifestasi nilai luhur budaya Nusantara yang relevan hingga kini.
Momentum bersejarah terjadi pada 2010 lewat penyelenggaraan pameran internasional “Keris For The World”, yang dihadiri langsung oleh Direktur UNESCO Hubert J. Gijsen. Inilah pertama kalinya dunia internasional memberi panggung formal kepada keris sebagai warisan budaya tak benda yang diakui dan dihargai secara global.
Penulis, Kurator, dan Pelopor Keris Kontemporer
Toni Junus tak berhenti pada tataran simbolik. Ia juga menulis, menerbitkan, dan mengkurasi karya-karya monumental tentang keris, yang menjembatani generasi modern dengan warisan leluhur. Beberapa karya tulisnya yang dikenal luas antara lain:
-
Tafsir Keris
-
Keris untuk Dunia
-
Keris for Peace and Humanity
-
Sajak-sajak Keris
-
The World of Balinese Keris
-
Pamflet Kebudayaan
Lebih jauh, ia juga dikenal sebagai penggagas Keris Kontemporer, yang menghadirkan kreativitas baru tanpa menghilangkan akar pakem filosofis. Beberapa karyanya yang fenomenal antara lain:
-
KK. Romo Tambak
-
KK. Panulak
-
KK. Beethoven
-
KK. Wild Horses
Karya-karya ini telah menjadi bagian dari koleksi pecinta keris dan spiritualis dari dalam dan luar negeri.

Mendirikan Sastrajendra Living Academy: Memuliakan Kesadaran dan Budaya Spiritual
Langkah besar berikutnya adalah pendirian Sastrajendra Living Academy (SLA) sebuah kolegium spiritual yang menghidupkan kembali ajaran luhur Sastrajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu. Ajaran ini merupakan filsafat Jawa kuno tentang perjalanan batin manusia menuju kesempurnaan hidup dan pencerahan spiritual.
SLA menjadi ruang pembelajaran spiritual modern berbasis budaya Nusantara, yang menyatukan tradisi, kontemplasi, dan transformasi diri. Salah satu program ikoniknya adalah:
-
Ritual Sidhikara Pusaka
Ritual ini bukan pemujaan benda, melainkan praktik spiritual yang menyadarkan peserta akan makna pusaka sebagai penjaga harmoni dan refleksi jati diri.
Menghidupkan Tradisi Spiritual Nusantara yang Hampir Punah
Melalui SLA dan berbagai komunitas budaya yang ia bina, Toni Junus juga menginisiasi kebangkitan kembali sejumlah tradisi spiritual yang hampir hilang, seperti:
-
Wungonan: Tradisi spiritual malam hari yang dihidupkan kembali bersama PSHT dan PPBPN, untuk menyelaraskan energi batin manusia dengan kosmos.
-
Reresik Tosan Aji: Sebuah ritual penyucian keris dan benda pusaka pada Purnama Bulan Suro, sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur.
Budaya sebagai Jalan Pencerahan dan Peradaban
Toni Junus membuktikan bahwa pelestarian budaya bukanlah nostalgia masa lalu, tetapi tanggung jawab spiritual untuk masa depan. Melalui keris, ajaran Sastrajendra, hingga kegiatan budaya kontemporer, ia menegaskan bahwa:
“Budaya bukan hanya warisan, tetapi cahaya yang membimbing manusia menuju peradaban yang berkarakter dan berkesadaran.”
Mengapa Toni Junus?
-
✅ Pelopor gerakan Keris Kamardikan, menjadikan keris sebagai simbol pembebasan batin.
-
✅ Mendunia-kan keris lewat pameran internasional dan kolaborasi dengan UNESCO.
-
✅ Mendirikan SLA sebagai pusat pembelajaran spiritual dan budaya Nusantara.
-
✅ Menjembatani generasi muda dengan warisan spiritual melalui pendekatan kontemporer.
-
✅ Menjaga tradisi-tradisi sakral yang hampir punah dengan pendekatan reflektif-modern.(ALF)
2 Comments