Home Historis Orde Baru Reborn, Golkar, dan Hikayat Pohon Beringin
Historis

Orde Baru Reborn, Golkar, dan Hikayat Pohon Beringin

Golkar, Orde Baru, dan makna Pohon Beringin di tengah isu kebangkitan otoritarianisme. Benarkah Orde Baru kembali? Simak ulasan lengkapnya.

Share
Orde Baru Reborn, Golkar, dan Hikayat Pohon Beringin
Share

Menjelang Pemilu 2024, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengemukakan kekhawatiran tentang bangkitnya kembali Orde Baru. Kekhawatiran ini muncul dari serangkaian peristiwa yang dinilainya mencederai demokrasi, seperti kontroversi di Mahkamah Konstitusi, pelanggaran etik hakim, serta dugaan intervensi dari pihak eksekutif. Wacana “Orde Baru Reborn” pun bergema luas, bahkan menjadi perbincangan publik dengan tagar yang viral di media sosial.

Narasi kebangkitan Orde Baru ini semakin menguat ketika Jenderal (Purn.) Prabowo Subianto mencalonkan diri sebagai Presiden, didampingi oleh Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Joko Widodo. Prabowo, yang memiliki sejarah kelam di penghujung kekuasaan Soeharto, dianggap sebagai simbol kontinuitas Orde Baru. Apalagi, ia didukung oleh Partai Golongan Karya (Golkar), partai yang di masa lalu menjadi mesin politik utama penguasa Orde Baru bersama ABRI.

Namun, pertanyaannya: benarkah “Orde Baru Reborn” yang kini didengungkan sama persis dengan Orde Baru pasca-tragedi 1965? Bisakah kita menyamakan lanskap politik hari ini dengan kekuasaan represif masa lalu?

Orde Baru: Sejarah yang Berubah Bentuk

Filsuf Yunani Herakleitos pernah menyatakan, “Segala sesuatu berubah.” Manusia adalah homo studens, makhluk yang belajar dari pengalaman. Maka, jika kita menganggap Orde Baru kini akan bangkit dalam wujud yang identik seperti dahulu, itu bisa menjadi bentuk pemikiran yang sempit dan ahistoris.

Jatuhnya Jenderal Soeharto dari kekuasaan pada 1998 tidak hanya menandai akhir dari Orde Baru, tetapi juga menghentikan dominasi personalistiknya atas Golkar. Setelah reformasi, Golkar tidak lagi menjadi partai tunggal penguasa, tetapi berubah menjadi partai politik yang mesti bersaing secara demokratis. Bahkan, Golkar harus menghadapi badai tuntutan pembubaran, namun tetap bertahan—dan dalam setiap Pemilu, tetap masuk dalam jajaran papan atas.

Bukan hanya dari sisi organisasi, dari sisi ideologis pun Golkar telah mengalami perubahan. Reformasi membuka akses terhadap wacana-wacana alternatif yang selama ini dikekang, termasuk sejarahnya sendiri. Para kader muda Golkar kini bisa membaca dan memahami bahwa Jenderal Soeharto hanyalah satu fragmen dalam perjalanan panjang Golkar. Bahkan, pada era Sukarno, ketika masih bernama Sekber Golkar, diskursus sosialisme masih mungkin dibicarakan secara terbuka.

Pohon Beringin: Lambang, Sejarah, dan Harapan

Di sinilah refleksi mendalam terhadap lambang Partai Golkar menjadi penting: Pohon Beringin. Lambang ini diambil dari sila ketiga Pancasila, “Persatuan Indonesia.” Bung Karno sendiri pernah menyerukan, agar pohon beringin ditanam di setiap desa sebagai simbol persatuan yang kokoh dan teduh bagi seluruh rakyat Indonesia.

“…Di Tabanan, Bali, ada sebatang pohon beringin berumur 700 tahun yang terlihat dari jarak 30 kilometer. Alangkah megahnya jika setiap desa di Nusantara memiliki pohon beringin seperti itu sebagai lambang persatuan.”
Soekarno, 1958

Pohon beringin adalah tempat rakyat berteduh, simbol kekuatan yang meneduhkan, bukan menakutkan. Maka, ketika kini muncul tudingan “Orde Baru Reborn” sebagai ancaman demokrasi, Partai Golkar justru memiliki hak sejarah dan moral untuk menjawabnya.

Golkar: Dari Masa Lalu Menuju Masa Depan

Dalam pidato HUT ke-59 Partai Golkar, Ketua Umum Airlangga Hartarto menyatakan bahwa Pohon Beringin telah tumbuh besar, rindang, dan kokoh. Golkar kini dihuni oleh kader-kader muda berusia di bawah 40 tahun—tanda bahwa partai ini tengah mempersiapkan regenerasi untuk menghadapi zaman baru.

Pengusungan Gibran Rakabuming Raka, sebagai sosok muda, bukan hanya manuver politik untuk bertahan, tetapi bisa dibaca sebagai upaya Golkar menjawab tugas peradaban: menyambung sejarah, menyambut masa depan.

Perjalanan Golkar yang telah melewati tiga zaman—Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi—membuktikan daya lentur dan kemampuannya beradaptasi. Maka, Orde Baru Reborn, jika dimaknai sebagai kembalinya politik otoriter, tentu tidak sejalan dengan arah politik Golkar saat ini. Tapi jika “Reborn” diartikan sebagai kebangkitan etos pembangunan, stabilitas, dan ketegasan yang dikoreksi oleh demokrasi dan partisipasi publik, mungkin di situlah tafsir baru bisa dimunculkan.

Menanam Kembali Hikayat Pohon Beringin

Kembali pada pesan Bung Karno: tanamlah pohon beringin di tiap desa, peliharalah sebagai lambang persatuan. Maka tugas Golkar ke depan bukan sekadar memenangkan kekuasaan, tapi merawat kebangsaan, menghadirkan keteduhan, dan menjadikan Pohon Beringin benar-benar sebagai pelindung rakyat—bukan tempat persembunyian para jin kekuasaan.

Dalam semangat itu, Golkar bukan sekadar bagian dari masa lalu, melainkan bisa menjadi pelopor masa depan. Agar seperti pohon beringin di Tabanan yang sudah 700 tahun, partai ini pun bisa tetap hidup, rindang, dan membumi—bukan sebagai bayang-bayang Orde Baru, tetapi sebagai penopang demokrasi Indonesia yang matang dan berkeadilan.(*)

Share

Leave a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Articles

Kenapa Indonesia 1 Mei Jadi Hari Buruh Sedunia? Ini Sejarah Lengkapnya

1 Mei: Hari Buruh Sedunia dan Akar Sejarahnya Hari Buruh Sedunia atau...

Siapa Penemu Nama Indonesia? Ini Sejarah Lengkapnya

Jauh sebelum Proklamasi Kemerdekaan 1945, nama Indonesia sudah hidup dalam denyut pergerakan...

Che Guevara Sang Revolusioner yang Juga Seorang Fotografer Jalanan Hebat

Ernesto “Che” Guevara dikenal dunia sebagai ikon revolusi Amerika Latin dan simbol...

Akhir Kisah Pandawa: Perjalanan Menuju Surga Setelah Baratayudha

Setelah perang Baratayudha usai, Pandawa berhasil membangun kembali kerajaan Astinapura menjadi negeri...