V-Today, KEBUDAYAAN – Di tengah dunia medis yang kerap identik dengan aspek teknis dan birokratis, sosok dr. Bambang Dwi Hayunanto, Sp.KK, muncul sebagai figur yang membawa kedalaman spiritual dan kebijaksanaan budaya ke dalam setiap kiprahnya. Tidak hanya dikenal sebagai dokter spesialis kulit dan kelamin, ia juga merupakan budayawan, spiritualis, dan pendiri Sastrajendra Living Academy (SLA), sebuah institusi yang menghidupkan kembali ajaran luhur Nusantara.
Karier Medis yang Visioner dan Humanis
Selama 12 tahun menjadi Direktur RS NU dan Pernah menjabat sebagai Direktur PT RSUD Jombang, Dr.dr Bambang berhasil mentransformasi rumah sakit milik pemerintah daerah ini menjadi Badan Layanan Umum (BLU). Prestasinya di bidang kesehatan diakui secara nasional, dengan sejumlah penghargaan bergengsi:
- Persi Award 2006 dari Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI)
- Hospital Innovation Terbaik I untuk kategori Pelayanan Konsumen dan Pemasaran
- Pengakuan dari berbagai media sebagai pelopor layanan rumah sakit yang progresif dan humanis
Filosofinya sederhana namun mendalam: pasien bukan hanya objek medis, tetapi manusia utuh yang layak dihormati lahir dan batin.
Direktur RS NU Jombang: Harmoni Medis dan Spiritualitas
Kini, dr. Bambang menjabat sebagai Direktur Rumah Sakit Nahdlatul Ulama (RS NU) Jombang. Rumah sakit ini diharapkan menjadi pusat layanan kesehatan unggulan yang mengintegrasikan keunggulan medis dengan nilai-nilai Ahlussunnah wal Jamaah serta falsafah Jawa.
Dengan letak strategis di Ceweng, Diwek, dekat Makam Gus Dur dan Pondok Pesantren Tebuireng, RS NU Jombang disiapkan bukan hanya sebagai tempat pengobatan, tetapi juga sebagai ruang pemulihan jiwa dan pusat keteduhan bagi masyarakat.
Sastrajendra Living Academy: Gerakan Spiritualitas Nusantara
Lebih dari sekadar dokter, dr. Bambang adalah tokoh spiritual yang telah menjelajah hingga ke Uzbekistan, tanah kelahiran para sufi besar seperti Bahauddin Naqsyaband. Ia mendirikan Sastrajendra Living Academy (SLA) bersama Sesepuh SLA, Toni Junus Kanjeng NgGung, untuk menghidupkan kembali ajaran Sastrajendra Hayuningrat Pangruwang Diyu.
Ajaran ini merupakan transformasi Sastrajendra Wahyu Kiageng Mangir dari sesepuh Toni Junus Kanjeng NgGung dengan ajaran yang berasal dari KPH Darudriyo Sumodiningrat yang menerima wahyu ilmu Sastrajendra dari Sinuhun Paku Buwana X. SLA bertujuan menjadikan falsafah ini relevan kembali, terutama bagi generasi muda.
Nilai-Nilai Hidup yang Diajarkan
Dalam hal pembelajaran di SLA, dr. Bambang menekankan tiga prinsip utama ajaran Jawa:
- Sangkan paraning dumadi (memahami asal-usul dan tujuan hidup)
- Manunggaling kawula Gusti (kesatuan antara manusia dan Tuhan)
- Eling lan waspada (selalu sadar dan awas dalam hidup)
“Ini bukan jalan mistik,” tegasnya, “tapi praktik hidup yang membimbing kita agar tetap waras, utuh, dan hadir secara penuh dalam kehidupan.”
Warisan Peradaban untuk Masa Depan
SLA bukan hanya lembaga spiritual, tetapi gerakan kebudayaan yang merawat warisan leluhur untuk masa depan. Dengan gaya komunikasi yang modern, pendekatan inklusif, dan jangkauan generasi muda, SLA berfungsi sebagai jembatan antara kebijaksanaan tradisional dan tantangan kontemporer.
Figur Multidimensi dalam Pengabdian
dr. Bambang Dwi Hayunanto adalah kombinasi langka antara ilmuwan medis, birokrat profesional, spiritualis Nusantara, dan penjaga nilai-nilai adiluhung. Ia bukan hanya menyembuhkan tubuh, tetapi juga menguatkan jiwa dan membangun kesadaran kolektif bangsa.
Dalam dunia yang serba cepat dan kering makna, figur seperti dr. Bambang adalah cahaya penuntun: mengingatkan bahwa teknologi, budaya, dan spiritualitas bisa bersatu untuk menciptakan kehidupan yang lebih utuh dan beradab.(ALF)
Leave a comment