Home Internasional Tragedi Kapal X-Press Pearl: 4 Tahun Berlalu, Racun Mikroplastik Masih Hantui Pantai Sri Lanka
Internasional

Tragedi Kapal X-Press Pearl: 4 Tahun Berlalu, Racun Mikroplastik Masih Hantui Pantai Sri Lanka

Empat tahun setelah tumpahan plastik terbesar dalam sejarah, dampak dari tragedi kapal X-Press Pearl di Sri Lanka masih terasa. Mikroplastik beracun terus mencemari pantai dan laut, memicu krisis ekologi dan sosial.

Share
Tragedi X-Press Pearl Sri Lanka(Foto AFP)
Share

Tragedi X-Press Pearl Sri Lanka Empat tahun pasca tragedi X-Press Pearl, pantai Sri Lanka masih tercemar miliaran nurdle plastik beracun. Dampaknya tak hanya membunuh biota Laut

V-Today, INTERNASIONAL — Empat tahun telah berlalu sejak insiden kapal kargo X-Press Pearl menyebabkan tumpahan plastik terbesar yang pernah tercatat. Namun hingga kini, para relawan di Sri Lanka masih memunguti butiran mikroplastik beracun, yang dikenal sebagai nurdle, dari pasir pantai.

Tragedi ini terjadi pada Mei 2021, ketika kapal berbendera Singapura itu terbakar dan tenggelam di lepas pantai barat daya Sri Lanka. Muatan yang tumpah ke laut termasuk miliaran butiran plastik, bahan bakar mesin, asam nitrat, soda api, logam berat, baterai lithium, hingga resin epoksi – semuanya sangat beracun bagi kehidupan laut.

Pantai Putih oleh Plastik, Biota Laut Mati Mengapung

Dampak awalnya begitu jelas. Pantai-pantai berubah putih oleh limpahan nurdle, sementara penyu, lumba-lumba, dan ikan-ikan mati mengapung dengan luka bakar dan kulit mengelupas.

“Kondisinya seperti film perang,” kata Muditha Katuwawala, pendiri LSM lingkungan The Pearl Protectors. Ia dan ratusan relawan terjun langsung dalam pembersihan awal. “Kami bisa mengumpulkan 300-400 kilogram nurdle per hari.”

Namun seiring waktu, nurdle makin sulit ditemukan karena tertanam lebih dalam ke pasir. Kini, sisa-sisa yang ada justru lebih berbahaya.

Nurdle Jadi Spons Racun Laut

Penelitian terbaru oleh tim kimia lingkungan dari Manchester Metropolitan University menunjukkan bahwa nurdle-nurdle tersebut menyerap lebih banyak polusi laut, menjadikannya “spons kimia beracun”.

“Butiran plastik ini menyerap arsenik, timbal, kadmium, tembaga, hingga nikel — semua berbahaya bagi organisme laut,” jelas Dr. David Megson, salah satu peneliti utama.

Beberapa sampel ikan dari sekitar lokasi juga menunjukkan kandungan logam berat yang serupa. Walaupun belum bisa dibuktikan langsung berasal dari nurdle, para ilmuwan menyebut kemungkinan dampaknya terhadap rantai makanan sangat besar.

Kehidupan Nelayan Terbalik, Ikan Menghilang

Nelayan setempat mengaku hasil tangkapan menurun drastis sejak tragedi itu. “Sejak kapal itu tenggelam, tak ada lagi ikan muda. Kami tak pernah bisa menangkap ikan sebanyak dulu,” keluh nelayan Jude Sulanta. “Banyak nelayan menjual perahu dan mencoba pergi ke luar negeri.”

Anaknya, yang juga nelayan, kini mempertimbangkan meninggalkan negara demi masa depan yang lebih pasti.

Gugatan dan Dana Ganti Rugi Masih Diperdebatkan

Pemilik kapal, X-Press Feeders Ltd, mengklaim telah menghabiskan lebih dari US$130 juta untuk membersihkan laut dan membayar kompensasi sebesar US$20 juta kepada pemerintah Sri Lanka. Namun, Mahkamah Agung Sri Lanka baru-baru ini memerintahkan mereka membayar US$1 miliar sebagai kompensasi awal atas kerusakan jangka panjang.

Pemerintah Sri Lanka menilai angka tersebut masih belum cukup, mengingat total kerugian diperkirakan mencapai lebih dari US$6 miliar. Ini termasuk dampak terhadap pariwisata, perikanan, kesehatan masyarakat, dan keanekaragaman hayati.

“Kami menghitung potensi paparan zat karsinogen seperti dioksin dan furan dapat menyebabkan 70 kematian,” ungkap Prof. Prashanthi Guneeardena, ekonom lingkungan dari Universitas Sri Jayawardenapura.

Sementara itu, pemilik kapal menolak laporan tersebut dan menyebutnya tidak berdasar secara ilmiah.(AL)

Share

Leave a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Articles

Trump Ungkap Sempat Ingin Bubarkan Nvidia, Mengapa?

Donald Trump mengaku sempat ingin membubarkan Nvidia. Namun setelah bertemu Jensen Huang,...

WHO: Kasus Malnutrisi di Gaza Sangat Berbahaya, Kematian Melonjak Tajam

WHO menyebut malnutrisi di Gaza telah mencapai tingkat mengkhawatirkan. Dalam sebulan terakhir,...

Trump Jadi Penengah Konflik Thailand-Kamboja, Dunia Waspadai Perang Terbuka

Donald Trump menyerukan gencatan senjata atas konflik bersenjata Thailand-Kamboja. ASEAN dan PBB...

Gaza di Ambang Kelaparan: 1 dari 3 Orang Tak Makan Berhari-hari, 90 Ribu Ibu dan Anak Butuh Perawatan

PBB dan negara Barat desak Israel buka akses bantuan ke Gaza. Sementara...