V-Today, INTERNASIONAL – Presiden AS Donald Trump memicu ketegangan baru dengan China setelah menaikkan tarif 20% atas semua impor dari negara tersebut. Langkah ini diklaim sebagai respons atas peran China dalam penyebaran fentanyl, obat sintetis mematikan yang menyebabkan ribuan kematian di Amerika.
Beijing langsung bereaksi. China menambahkan dua zat prekursor fentanyl ke dalam daftar zat terlarang. Mereka juga memperluas kontrol atas kelompok obat sintetik baru bernama nitazenes, yang jauh lebih kuat dari heroin.
“Kami siap kerja sama, tapi menolak tekanan dan ancaman dari AS,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China.
Trump menuduh China “secara aktif meracuni warga AS.” Namun, China menyebut krisis ini sebagai “masalah domestik AS” dan menegaskan sudah berbuat banyak.
Menurut para ahli, langkah China memang sejalan dengan standar internasional, tapi bisa juga jadi strategi negosiasi untuk mendapatkan keringanan tarif.
Laporan Badan Narkotika AS (DEA) bahkan menyebut kemurnian fentanyl di Meksiko menurun sepanjang 2024. Ini tanda bahwa pasokan prekursor dari China mulai terganggu.
Namun para pengamat sepakat: meski China berperan penting, krisis fentanyl tidak akan selesai tanpa pengurangan permintaan di AS sendiri.
“Masalah ini tak bisa diselesaikan hanya dengan mengontrol zat. Permintaan di AS tetap jadi akar masalah,” kata peneliti anti-narkoba China, Hua Zhendong.
Ketegangan juga berkaitan dengan isu politik lain, seperti Taiwan. China sempat memutus kerja sama narkotika usai kunjungan Nancy Pelosi pada 2022. Baru akhir 2023 hubungan mulai membaik.
Kini, dengan tarif baru dari Trump, kerja sama kembali terancam. China berharap bisa menegosiasikan “paket kesepakatan” yang mencakup perdagangan dan pengendalian narkoba.(*)
1 Comment