V-Today, INTERNASIONAL – Saat Donald Trump merayakan disahkannya rancangan undang-undang anggaran yang ia sebut sebagai Big Beautiful Budget Bill oleh Kongres pekan ini, benih-benih keraguan lama soal skala dan keberlanjutan utang AS kepada dunia kembali mencuat.
RUU pemotongan pajak Trump diperkirakan akan menambah setidaknya $3 triliun (sekitar Rp49.000 triliun) ke tumpukan utang AS yang kini sudah mencapai angka mencengangkan: $37 triliun (sekitar Rp610.000 triliun). Tidak sedikit yang mengkritik rencana ini, termasuk mantan sekutunya sendiri, Elon Musk, yang menyebutnya sebagai “aib yang menjijikkan”.
Meningkatnya utang ini membuat banyak pihak bertanya-tanya: apakah dunia masih bersedia terus meminjamkan uang kepada Paman Sam?
Keraguan itu mulai tampak dalam bentuk nilai dolar AS yang melemah dan meningkatnya bunga pinjaman yang diminta investor agar mau meminjamkan uang kepada AS.
Baca Juga : Pemangkasan Medicaid oleh Trump Jadi Senjata Politik Demokrat Jelang Pemilu 2026
AS memang perlu meminjam uang untuk menutup selisih antara pendapatan dan pengeluarannya setiap tahun.
Sejak awal tahun ini, dolar AS telah melemah 10% terhadap poundsterling dan 15% terhadap euro.
Meski secara umum biaya pinjaman AS (suku bunga) tetap stabil, perbedaan antara bunga pinjaman jangka panjang dan pendek—yang dikenal dengan istilah yield curve—meningkat. Hal ini menandakan kekhawatiran pasar akan keberlanjutan utang jangka panjang AS.
Padahal, AS justru menurunkan suku bunga lebih lambat dibandingkan Uni Eropa dan Inggris, yang secara teori seharusnya membuat dolar menguat karena menawarkan bunga deposito yang lebih tinggi bagi investor.
Pendiri hedge fund terbesar di dunia, Ray Dalio, menilai bahwa utang AS kini berada di titik kritis. Ia memperkirakan jika tak diatasi, dalam waktu dekat AS akan menghabiskan $10 triliun per tahun hanya untuk membayar utang dan bunganya.
“Saya yakin kondisi keuangan pemerintah AS sudah sampai di titik infleksi. Jika tidak ditangani sekarang, utang ini akan menumpuk hingga tak bisa dikelola tanpa trauma besar,” katanya.
Tiga Skenario Buruk
1. Pemangkasan besar-besaran anggaran atau kenaikan pajak.
Dalio menyarankan agar defisit anggaran dipangkas dari 6% menjadi 3% untuk menghindari krisis ke depan. Namun, alih-alih mengurangi defisit, RUU anggaran Trump justru lebih banyak memotong pajak daripada belanja.
2. Mencetak uang baru.
Bank Sentral AS (The Fed) bisa saja mencetak lebih banyak uang dan membelikan utang pemerintah seperti yang dilakukan setelah krisis keuangan 2008. Tapi ini berisiko menimbulkan inflasi dan ketimpangan, karena pemilik aset (seperti properti dan saham) lebih diuntungkan daripada pekerja biasa.
3. Gagal bayar (default).
Pilihan terakhir, AS bisa saja gagal bayar. Namun ini sangat ekstrem. Mengingat “kepercayaan penuh pada Departemen Keuangan AS” adalah fondasi sistem keuangan global, gagal bayar AS bisa membuat krisis finansial 2008 terlihat kecil.
Seberapa besar kemungkinan skenario buruk ini?
Untuk saat ini, untungnya, belum terlalu besar.
Namun, alasannya bukan karena AS begitu kuat, melainkan karena dunia belum punya banyak alternatif selain dolar. Ekonom Mohamed El-Erian mengatakan, “Dolar memang kelebihan bobot (overweight) dan dunia tahu itu. Karena itu kita melihat kenaikan emas, euro, dan pound. Tapi sulit untuk berpindah dalam skala besar.”
“El-Erian menyebut dolar sebagai ‘kemeja paling bersih di antara tumpukan baju kotor’. Anda tetap harus memakainya.”
Masa depan dolar dan obligasi pemerintah AS sebagai aset acuan dunia kini sedang dibahas di level tertinggi.
Gubernur Bank Sentral Inggris mengatakan kepada BBC bahwa utang AS dan status dolar sangat menjadi perhatian Menteri Keuangan AS.
“Saya tidak melihat dolar berada dalam ancaman mendasar saat ini, tapi Menteri Bessent sangat menyadari persoalan ini dan tidak menganggapnya remeh.”
Utang sebesar $37 triliun memang angka yang sulit dibayangkan. Jika Anda menabung $1 juta setiap hari, Anda butuh waktu 100.000 tahun untuk mencapai angka itu.
Cara paling masuk akal melihat utang adalah membandingkannya dengan pendapatan negara. Pendapatan tahunan AS sekitar $25 triliun. Artinya, rasio utang terhadap pendapatan AS tinggi, tapi masih di bawah Jepang dan Italia. AS juga punya keunggulan sebagai ekonomi paling inovatif di dunia.
Di rumah saya ada buku berjudul Death of the Dollar karya William F. Rickenbacker. Buku itu memperingatkan soal ancaman terhadap dolar sebagai mata uang cadangan dunia. Buku itu terbit tahun 1968. Rickenbacker sudah wafat—tapi dolar masih bertahan.
Namun, itu bukan berarti status dolar sebagai mata uang dunia adalah hak ilahi yang tak tergoyahkan.(*)
Leave a comment